Semangat hari pahlawan tidak hanya sekedar mengingat peristiwa heroik 10 November di kota Surabaya. Tapi banyak juga pahlawan nasional NKRI yang mungkin sedikit atau bahkan tidak dikenal oleh masyarakat.
Pahlawan Nasional Indonesia per 5 November 2017 berjumlah 168 orang. Dari jumlah tersebut, tidak banyak yang mungkin diketahui masyarakat. Buku sejarah boleh jadi hanya mengangkat segelintir Pahlawan Nasional yang memiliki nama besar dan terkenal. Tetapi sesungguhnya banyak pahlawan-pahlawan dari pelosok Nusantara yang turut serta mewujudkan kemerdekaan Indonesia.
Pilih Pahlawanmu !
Saat mendengar nama Wahid Hasyim, banyak orang menggelengkan kepala. Tidak banyak orang yang mengenal sosok ini. Wahid Hasyim atau bernama lengkap KH Abdul Wahid Hasyim lebih dikenal sebagai salah satu tokoh besar Nahdlatul Ulama (NU) dan orangtua dari KH Abdurrahman Wahid atau Gus Dur. Padahal, Wahid Hasyim juga kondang sebagai seorang negarawan yang getol memperjuangkan keberlangsungan kemerdekaan Indonesia. Wahid Hasyim juga dikenal sebagai negarawan yang berpikiran modern.
Sosok yang lahir di Jombang, 1 Juni 1914, ini pernah beberapa kali menjabat sebagai menteri. Di antaranya sebagai menteri agama pada Kabinet Republik Indonesia Serikat (1949-1950), Kabinet Natsir (1950-1951), dan Kabinet Sukiman (1951-1952). Wahid juga merupakan salah satu anggota Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) dan Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI).
Dalam penyusunan rumusan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 (UUD '45), Wahid juga termasuk seseorang yang turut ambil andil besar. Wahid adalah satu dari sembilan orang yang menandatangani Piagam Jakarta. Piagam Jakarta inilah yang menjadi cikal bakal perumusan Pembukaan UUD '45.
Dibesarkan dalam lingkungan pesantren selama bertahun-tahun dan menempuh pendidikan di Mekkah tidak membuat Wahid terkungkung dalam pemikiran yang berkutat hanya dalam ajaran agama Islam. Kegemaran Wahid membaca berbagai buku membuka wawasannya dan menjadikannya sosok yang terbuka dan bijak dalam menyikapi permasalahan.
Wahid juga dikenal sebagai sosok yang fasih berbahasa asing. Bahasa Inggris, Arab, dan Belanda adalah tiga bahasa yang dikuasainya. Tiga bahasa inilah yang membuatnya menjelajahi berbagai informasi dalam buku.
Sepulang dari menempuh pendidikan di Mekkah, Wahid terjun di dalam masyarakat untuk mengabdikan ilmunya. Bermula dari Pesantren Tebuireng, ia mengubah wajah pesantren menjadi tidak hanya wadah untuk mempelajari ilmu-ilmu yang berkaitan dengan keislaman, tetapi juga ilmu-ilmu umum. Ia menginginkan kaum santri sama terpelajarnya dengan orang luar.
Dari pesantren, ia mulai aktif bergabung dalam berbagai organisasi dan mulai mengambil peran dalam kehidupan politik Indonesia. Ia sempat menjadi Ketua Majelis Islam A'la Indonesia (MIAI) dan Masyumi, jajaran pimpinan Presidum Kongres Rakyat Indonesia (Korindo), dan berpartisipasi dalam Gabungan Partai Politik Indonesia (GAPI).
Tidak hanya itu, Wahid adalah sosok yang optimistis dengan pencapaian kemerdekaan Indonesia. Namun, upaya perjuangannya mempertahankan kemerdekaan Indonesia membuatnya menjadi daftar orang yang dicari Belanda.
Di sisi lain, Wahid Hasyim dikenal sebagai sosok yang mengembangkan modernisasi Islam sekaligus mendukung toleransi kehidupan beragama. Berkat banyaknya buku yang dibaca, pidato-pidato Wahid dikenal cerdas dan berisi. Tidak jarang ia mengutip isi buku dalam pidatonya.
Hingga kini, Wahid merupakan sosok pahlawan yang disegani. Kecerdasannya membuat Wahid mengawali terjun dalam dunia politik pada usia yang terbilang cukup dini, yaitu 25 tahun. Sayangnya, ia meninggal pada usia yang tergolong muda, yaitu 39 tahun. Wahid Hasyim meninggal dunia pada 1953 akibat kecelakaan mobil di Cimahi, Jawa Barat.
Meskipun perjuangannya terbilang singkat, sosoknya yang tegas dan cerdas dan mendukung toleransi telah menjadi inspirasi bagi banyak orang. Wahid Hasyim tercatat sebagai pahlawan menurut SK Presiden RI No 206 tahun 1964, pada 24 Agustus 1964.
❝ Perjuangan bersenjata melawan Belanda akan segera berakhir, hanya memerlukan beberapa tahun, dan kita akan menang, insya Allah. Namun, perjuangan yang lebih lama dari itu adalah perjuangan politik, ekonomi, kebudayaan, dan pembangunan akhlak. Perjuangan itu akan berlangsung lama, memerlukan kebijaksanaan dan kesabaran.❞
Nama | : K.H. Abdul Wahid Hasjim |
---|---|
Tempat lahir | : Jombang, Jawa Timur |
Tanggal lahir | : 1 Juni 1914 |
Wafat | : 19 April 1953 |
SK Presiden | : Keppres No. 206 Tahun 1964 pada 24 Agustus 1964 |
Abi ChondroDesainer grafis di Boyolali-Jawa TengahKapasitas intelektual dan leadership Wahid Hasyim memang pantas diakui karena melebihi usianya atau pemuda lain di usianya. Terbukti dengan dipilih menjadi ketua Masyumi dan menjadi anggota perumus UUD ’45. |
|
Lies AfroniyatiIbu rumah tangga di Depok-TangerangSecara pribadi, Wahid Hasyim memang pantas disebut sebagai pahlawan nasional dan pahlawan modernisasi pesantren. Dalam lingkup pesantren, Wahid Hasyim mampu mendorong para santri belajar ilmu-ilmu umum tanpa harus mengabaikan ajaran Islam. Dalam lingkup nasional, Wahid Hasyim sangat rendah hati terhadap tokoh-tokoh politik dan agama lain. Gaya diplomasi yang diperkenalkan sangat santun. |
|
Yohanes WaraDokter di YogyakartaWahid Hasyim adalah sosok yang mandiri. Dia mempunyai semangat belajar yang tinggi hingga mau menempuh pendidikan di luar negeri dan mempelajari banyak bahasa. Ia juga memiliki pendirian, aktif dalam organisasi, dan tidak goyah dalam menyikapi perbedaan budaya. |
Secara kodrati, kaum perempuan memiliki perilaku dan tutur kata yang lemah lembut. Namun, siapa sangka di balik perangai alami itu, perempuan Indonesia bisa berubah menjadi sosok yang gagah berani melawan penjajah Belanda.
Sejarah mencatat, dari berbagai penjuru Tanah Air, ada banyak pejuang perempuan yang dengan gagah berani berjuang membela negeri hingga titik darah penghabisan. Salah satu yang memberi warna tersendiri adalah kisah sejumlah perempuan pemberani dari Aceh, seperti Cut Nyak Meutia.
Cut Meutia kecil telah menyaksikan penderitaan rakyat Aceh akibat perlakuan semena-mena penjajah Belanda. Tak tahan melihat hal yang menyengsarakan bertahun-tahun, dia bertekad bulat ingin berjuang melawan invasi Belanda.
Akhirnya, keinginan berjuang pun terwujud ketika Cut Meutia menginjak dewasa. Dia menikah dengan pejuang Aceh bernama Teuku Muhammad atau dikenal bernama Teuku Cik Tunong. Bersama sang suami, Cut Meutia aktif berjuang melawan pendudukan Belanda di daerah Pasai, Aceh, dengan menjalankan taktik perang gerilya.
Sayangnya, partner hidup dan perjuangan Cut Meutia ditangkap. Tepatnya pada Mei 1905, tentara Belanda meringkus Teuku Cik Tunong, yang kemudian dijatuhi hukuman tembak mati di tepi Pantai Lhokseumawe.
Namun, sebelum meninggal, Teuko Cik Tunong sempat meninggalkan pesan kepada kawan karibnya, Pang Nanggroe, untuk menikahi istrinya dan merawat anak tunggal mereka, Teuku Raja Sabi. Mengikuti pesan terakhir sahabatnya, akhirnya Pang Nanggroe mempersunting Cut Meutia. Kemudian mereka berdua menjadi kekuatan baru yang melengkapi pasukan Aceh lainnya di bawah pimpinan Teuku Muda Gantoe untuk bersama melanjutkan perjuangan melawan penjajah Belanda.
Pertempuran demi pertempuran dilalui sampai akhirnya pasukan Pang Nanggroe dan Cut Meutia terdesak. Bersama pasukan perempuan, Cut Meutia melarikan diri ke dalam hutan. Sementara itu, Pang Nanggroe terus berjuang di medan tempur hingga titik darah penghabisan.
Meski ini kedua kalinya Cut Meutia ditinggal meninggal suami di medan perang, semangat perlawan melawan penjajah Belanda tetap berkobar. Bahkan, bersama pasukannya, Cut Meutia berhasil menembus dan melumpuhkan sebagian besar pertahanan tentara Belanda di daratan Aceh.
Akhirnya, perjuangan Cut Meutia harus berakhir. Sebagai pimpinan perang, dia tentu menjadi incaran utama tentara musuh. Lewat pertempuran sengit di Alue Kurieng, Aceh, Cut Meutia gugur akibat timah panas bersarang di kepala dan tubuh.
Tak pernah ada kata berhenti untuk berjuang membela negeri. Pucuk pimpinan pasukan perang sang ibunda pun diteruskan Teuku Sabi, anak semata wayang Cut Meutia. Semangat nasionalisme yang menggelora dan perjuangan tiada henti melawan penjajah membuat Cut Meutia layak menjadi tokoh pahlawan perempuan nasional yang perlu kita teladani.
❝ Penyerahan pimpinan itu aku terima dengan penuh tanggung jawab pada agama dan negeri kita. Akan tetapi, bila pimpinanku kurang sempurna supaya cepat ditegur sehingga segala urusan dapat berjalan lancar dan baik dan supaya kita semua seiya sekata, bersatu hati, dan tidak terpecah belah.❞
Nama | Cut Nyak Meutia |
---|---|
Tempat lahir | Perlak, Keureutoe, Aceh Utara |
Tahun lahir | 1870 |
Wafat | 24 Oktober 1910 |
SK Presiden | Keppres Nomor 107 Tahun 1964 |
Claudina OscariaSenior Graphic Designer, Jakarta PusatSemangat pantang menyerah Cut Meutia membela rakyat Aceh dari penjajahan patut kita tiru, terutama bagi kaum perempuan di era modern ini. Mumpung masih muda, jangan sia-siakan hidup untuk melakukan hal-hal yang tidak membawa manfaat untuk pengembangan diri kita. Semangat Cut Meutia menginspirasi untuk terus berjuang merealisasikan bermacam tujuan hidup yang saya impikan. |
|
Septian Eko YuliantoroGuru SMK, Wonogiri, Jawa TengahCut Meutia adalah perempuan luar biasa. Zaman dulu, pahlawan itu identik dengan pria. Namun, Cut Meutia berbeda karena dia menentang kebiasaan karena perempuan kerap dianggap memiliki derajat lebih rendah dari laki-laki dan hanya boleh mengurus rumah tangga. Cut Meutia berani keluar dari kebiasaan itu. Dia membantu para laki-laki Aceh untuk bersama berjuang melawan penjajah. Saat ini, banyak masyarakat yang kurang menghargai perjuangan kemerdekaan. Harapannya, semoga semangat Cut Meutia muncul kembali untuk membela negara dalam kondisi apa pun. |
Barangkali tak banyak orang yang mengenal sosok pahlawan ini. Sebagian orang mungkin mengenalnya sebagai nama bandar udara di Biak, Papua. Padahal, keteguhannya menentang penjajahan Belanda dapat menjadi pembelajaran dan sumber inspirasi bagi generasi zaman sekarang untuk lebih mencintai dan memajukan Tanah Air.
Pendudukan bala tentara Jepang di sebagian besar kepulauan Indonesia menyebabkan pemerintahan Belanda di New Guinea kekurangan personel yang terlatih dalam bidang pemerintahan. Untuk memenuhi kekurangan itu, pada 1944, Residen J P van Eechoud mendirikan sebuah sekolah polisi dan sekolah pamong praja (bestuurschool) di Hollandia (Jayapura). Bestuurschool telah mendidik 400 orang pada periode 1944-1949. Dari sekolah itu muncul kaum terpelajar Irian yang kemudian terlibat dalam perjuangan Indonesia, termasuk Frans Kaisiepo.
Kisah perjuangan Frans Kaisiepo bermula pada 1945, ketika ia berkenalan dengan Sugoro Atmoprasojo saat mengikuti kursus kilat pamong praja di Kota Nica Holandia (Kampung Harapan Jayapura). "Sugoro Atmoprasojo merupakan mantan guru Taman Siswa dan pejuang Indonesia yang diasingkan ke Boven Digul. Dari perkenalan itu, mulai tumbuh rasa kebangsaan Indonesia pada diri Frans Kaisiepo," terang Guru Besar Sejarah FIB UI Prof Dr Susanto Zuhdi MHum.
Pada Juli 1946, Frans menggagas berdirinya Partai Indonesia Merdeka (PIM) di Biak. Saat Belanda mengadakan Konferensi Malino di Sulawesi Selatan yang membahas rencana pembentukan Negara Indonesia Timur (NIT), Frans Kaisiepo menjadi anggota delegasi Irian Barat.
Frans Kaisiepo menentang rencana Belanda untuk membentuk NIT. Saat Konferensi Meja Bundar (KMB), Frans menolak diangkat sebagai anggota Delegasi Belanda. Akibatnya, ia dihukum dan diasingkan ke daerah terpencil. KMB menghasilkan keputusan pengakuan kedaulatan terhadap Republik Indonesia. Namun, Belanda bersikeras bahwa Irian termasuk ke dalam wilayahnya.
Hingga pada 19 Desember 1961, Presiden Sukarno mengumandangkan Tri Komando Rakyat (Trikora) sebagai upaya membebaskan Irian yang dilanjutkan dengan operasi militer. Frans Kaisiepo turut aktif membantu kelancaran TNI untuk mendarat di Irian Barat. Ketika Trikora berakhir, perjuangan dilanjutkan melalui jalur diplomasi. Akhirnya, pada 1 Mei 1963, secara resmi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menyerahkan Irian Barat kepada Pemerintah RI.
"Dalam diri Frans Kaisiepo dapat dilihat pribadi yang mempertahankan dengan teguh persatuan bangsa dan dari sini dapat diketahui bahwa banyak pihak dari Sabang - Merauke yang berupaya memperjuangkan Indonesia jaya," papar Susanto.
❝ Bersatu pastilah lebih baik daripada tercerai-berai❞
Nama | Frans Kaisiepo |
---|---|
Tempat lahir | Biak, Papua |
Tanggal lahir | 10 Oktober 1921 |
Wafat | 10 April 1979 |
SK Presiden | Keppres Nomor 077/TK/1993 pada 14 September 1993 |
Dodid WijanarkoPekerja Seni, Jakarta SelatanYang sering diketahui Frans Kaisiepo adalah nama bandar udara di Biak. Padahal, Frans kaisepo adalah salah satu putra Papua yang turut memperjuangkan kemerdekaan Indonesia lewat jalur diplomasi. Oleh karena itu, sudah saatnya bangsa Indonesia kembali mengenalkan banyak pahlawan nasional tidak hanya sebagai simbol nama KRI ataupun bandara, tetapi juga memperkenalkan apa yang sudah dibuat oleh Frans Kaisiepo pada Republik Indonesia. |
|
Eka FebriansyahProject Officer, DepokSiapa Frans Kaisiepo memang saya tidak terlalu banyak tahu. Hanya tahu nama beliau dijadikan bandar udara di Biak. Tapi, setelah mencari tahu ternyata apa yang diperjuangkan Frans Kaisiepo sebagai putra Papua sangat memukau. Memegang teguh nasionalisme yang sudah sepatutnya hingga kini kita pun melakukan hal sama walau tentunya dalam wujud perjuangan yang berbeda. |
Waktu itu awal tahun 1900-an. Seorang pemuda berusia belasan tahun yang penuh semangat mengayuh sepeda Simplex miliknya ke beberapa rumah tokoh-tokoh politik. Dr Douwes Dekker dan tokoh partai Sosialis Belanda Van der Zee hanya segelintir di antaranya. Di sana, ia bertukar pikiran tentang permasalahan yang dihadapi orang-orang Betawi.
Pemuda itu adalah Muhammad Husni Thamrin, anak seorang wedana di Betawi, Tabri Thamrin. Ketidakmampuannya meneruskan sekolah di Koning Willem II (setaraf sekolah lanjutan) karena kondisi ekonomi keluarga tidak menyurutkan kepedulian dan niatnya untuk melakukan sesuatu untuk bangsanya.
Kecakapan dan keberanian Thamrin menuntunnya menduduki posisi-posisi berpengaruh di dalam pemerintahan. Ia mewakili kaum Betawi di dalam Gemeenteraad Batavia (dewan kota) dan mewakili bangsanya dalam Volksraad (dewan rakyat). Dalam Gemeenteraad, ia bersuara lantang mengupas keburukan kampungnya dan menuntut kesejahteraan untuk perbaikan hidup rakyat Betawi.
Thamrin menaruh perhatian besar misalnya pada masalah banjir. Ia mengusulkan untuk memperlebar kanal-kanal Ciliwung dan memperbanyak cabang-cabangnya. Hasil perjuangan lain yang sampai kini masih bisa dinikmati warga Jakarta adalah pembuatan saluran air minum untuk Pejompongan. Waktu itu, dirasakannya persediaan air minum bagi rakyat Betawi masih kurang. Dengan perjuangannya yang gigih, ia terus mengemukakan hal itu pada rapat Gemeenteraad. Tuntutannya dikabulkan. Pemerintah Kota Betawi kemudian membangun saluran air minum Tjiliwung Kannal.
Setelah hampir sepuluh tahun menjadi anggota Gemeenteraad, Thamrin muncul membawa angin segar dalam Volksraad pada 1927. Pada posisi ini, ia berhaluan kooperatif, mau bekerja sama dengan pemerintah Belanda. Ia memperjuangkan kemerdekaan Indonesia melalui dewan dengan semboyan "biar lambat asal selamat". Meski begitu, ia juga tetap menolong perjuangan partai-partai yang berhaluan nonkooperatif.
Ketika itu, banyak pemimpin rakyat yang ditangkap dan dipenjarakan akibat tindakan reaksioner dari pemerintah kolonial. Thamrin pun membentuk Fonds Nasional dengan maksud mengumpulkan dana guna menyokong mereka yang di dalam penjara dan pengasingan, termasuk Bung Karno.
Thamrin juga mengunjungi perkebunan-perkebunan di Sumatera. Di sinilah ia melihat ketidakadilan bagi pekerja perkebunan. Di sana diberlakukan purnale sunctie. Kuli perkebunan diperlakukan pemerintah kolonial dengan semena-mena. Pertentangan pun timbul dari para pekerja tersebut. Mereka melawan, bahkan membunuh asisten perkebunan. Isu ini besar dan dibahas dalam surat-surat kabar serta dibicarakan dalam Volksraad. Thamrin pun berpidato menentang sistem ini, yang juga dikutip surat-surat kabar di Amerika Serikat. Purnale sanctie pun berangsur-angsur dihapuskan.
Tak hanya dalam bidang politik, Thamrin juga berperan dalam dunia sepak bola dengan mendukung dibentuknya Voetbalbond Indonesische Jakarta (VIJ), cikal bakal Persija. Ia bahkan penjadi pembinanya. VIJ ini pulalah yang mendorong dibentuknya PSSI di Yogyakarta pada 19 April 1930.
Kini, setiap kali mendengar nama MH Thamrin atau melewati jalan MH Thamrin, ingatlah bahwa berkat seseorang yang vokal dan gigih tersebut, kita dibantu meraih kemerdekaan. Thamrin adalah pahlawan yang berkarya di banyak bidang untuk satu tujuan, kemandirian rakyat.
❝ … Saya berharap krisis ini akan mengajarkan kepada pemerintah Hindia dan Belanda untuk memulai di sini, di Indonesia, suatu rezim yang memerintah dengan kerja keras dan bukan sekadar memerintah negeri.❞
Nama | Mohammad Husni Thamrin |
---|---|
Tempat lahir | Sawah Besar, Jakarta |
Tanggal lahir | 16 Februari 1894 |
Wafat | 11 Januari 1941 |
SK Presiden | Keppres Nomor 175, 28 Juli 1960 |
Ruby AstariPenulis konten situsMH Thamrin menjadi sosok yang menarik karena ia tidak seperti pahlawan kebanyakan yang maju ke medan perang dengan senjata atau kekerasan. Saya menyebut dia sebagai pahlawan intelektual. Perjuangannya lebih ke arah pendidikan, terutama pendidikan politik. Terus dia juga menggerakkan rakyat Indonesia agar lebih mencintai budaya sendiri. Di zaman sekarang, tantangan terberat kita adalah globalisasi. Atas nama globalisasi orang kerap mengorbankan budaya sendiri. Seperti MH Thamrin, seharusnya kita mengupayakan juga untuk tetap mempertahankan budaya kita |
|
Ernest DimitriaPenulisMeskipun datang dari keluarga terpandang, Thamrin tidak menjadikan status tersebut sebagai tembok yang menghalangi pergaulannya dengan rakyat jelata. Perjuangannya pun didasari keprihatinan terhadap kehidupan masyarakat saat itu. Inilah nilai yang seharusnya dicontoh, bukan dilupakan, oleh para petinggi pemerintahan. |
Waktu itu akhir abad ke-19. Di tanah Minahasa, Sulawesi Utara, seorang gadis kecil memandang dengan takjub perahu-perahu layar kecil yang merapat, dinakhodai orang Bugis dari selatan. Cerita dari seorang pembuat kopra yang mengatakan bahwa orang-orang Bugis itu bersaudara dan sebangsa dengan mereka menggelorakan semangat si gadis kecil.
Gadis itu bernama Maria Josephine Catherina Maramis, yang kini lebih dikenal dengan Maria Walanda Maramis. Kebanggaannya ketika mengetahui bahwa ia memiliki saudara sebangsa di tempat lain yang jauh barangkali menjadi awal terbentuknya semangat nasionalisme dalam dirinya. Kelak, ia akan keras menyuarakan pentingnya pendidikan bagi kaum perempuan bangsanya dalam bidang kerumahtanggaan, akademik, sekaligus politik.
Maria menikmati masa kecil di desanya, Kema. Namun, suatu hari wabah kolera menyerang desa tersebut. Banyak penduduk yang meninggal, termasuk ayah dan ibu Maria. Maria yang ketika itu berusia enam tahun beserta dua saudara kandungnya menjadi yatim piatu.
Selepas kepergian orangtuanya, Maria dan saudara-saudaranya diasuh oleh pamannya Ezau yang merupakan seorang mayor dan bibinya Johana. Di rumah paman dan bibinya yang penuh kasih sayang inilah mata Maria terbuka akan kesenjangan yang tercipta karena perbedaan status sosial sekaligus gender. Setelah lulus dari Sekolah Desa, Maria tidak diberi kesempatan meneruskan sekolah karena ia adalah seorang perempuan dan tidak berasal dari keluarga yang punya posisi penting di pemerintahan. Ia menentang, tetapi itu sia-sia belaka.
Pada usianya yang ke-18, Maria dilamar Jozef Frederik Calusung Walanda, seorang guru yang menempuh pendidikan di Ambon. Jozef merupakan suami yang suportif dan mendorong kemauan Maria untuk belajar. Sejak menikah dengan Jozef, nama Maria menjadi Maria Walanda Maramis.
Jozef mengajari Maria bahasa Belanda dan membelikan buku-buku yang penting. Maria mulai berpikir untuk membebaskan kaum perempuan dari cengkeraman adat yang tidak menguntungkan dan dari pola pendidikan Belanda.
Pada 8 Juli 1917, Maria berhasil mendirikan perkumpulan perempuan yang diberi nama Percintaan Ibu kepada Anak Temurunnya, disingkat PIKAT. Sekolah ini memberi pendidikan mengenai kerumahtanggaan, pertolongan pertama pada kecelakaan, dan bahasa Belanda. Cabang-cabang PIKAT lantas didirikan di luar daerah Minahasa, di Gorontalo, Poso, Donggala, Makassar, bahkan di Pulau Jawa dan Kalimantan. Ia ingin proses kemajuan perempuan berlangsung di mana-mana.
Di luar gemerlap kehidupan kaum kolonial, rasa nasionalisme Maria tumbuh. Teman-temannya dianjurkan untuk sebisa mungkin menggunakan bahasa Melayu ketika berpidato atau bercakap-cakap dengan orang asing. Maria juga selalu memakai pakaian daerah, kain, dan kebaya putih. Kepada banyak orang, berkali-kali ia mengatakan, "Pertahankan bangsamu."
Maria juga memperjuangkan agar perempuan diberi suara dalam urusan kenegaraan serta diberi tempat di Dewan Kota. Kiprahnya menyangkut vrouwenkiesrecht, hak pilih dan dipilih bagi perempuan. Ia menulis banyak artikel tentang ini yang dimuat di koran setempat. Usahanya berhasil, pada 1921 datang keputusan dari Batavia yang memperbolehkan perempuan memberi suara dalam pemilihan anggota Minahasa Raad. Setelah itu, kondisi fisik Maria menurun. Ia meninggal karena sakit pada 22 April 1924 dalam usia 52 tahun.
Setelah Maria berpulang, banyak kemajuan yang dicapai bangsa kita, khususnya yang menyangkut perwujudan cita-citanya. PIKAT maju pesat. Pada 1930-an, perempuan diberi kesempatan untuk duduk dalam Locale Raden atau Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. Maria diangkat sebagai Pahlawan Nasional pada 20 Mei 1969.
❝ Alangkah pahitnya bila kita hanya menyerah pada kelemahan atau kekurangan perhatian orang lain terhadap hati nurani serta seluruh rencana dan gagasan kita.❞
Nama | Maria Walanda Maramis |
---|---|
Tempat lahir | Kema, Kabupaten Minahasa, Sulawesi Utara |
Tanggal lahir | 1 Desember 1872 |
Wafat | 22 April 1924 |
SK Presiden | Keppres Nomor 012/K/1969, 20 Mei 1969 |
Ricky Henry RawungDosen, BandungSejak kecil, saya yang berasal dari Tomohon sudah tahu bahwa beliau adalah pahlawan perempuan dari Sulawesi Utara. Beliau memiliki misi memajukan peradaban dan mewujudkan kesetaraan gender di dunia politik. Saya juga sangat setuju dengan gagasan beliau yang mengatakan pendidikan dimulai dari dalam keluarga. Di masa hidupnya, Walanda Maramis mengajak kaum perempuan untuk sekolah sehingga mereka dapat mendidik anak dalam rangka menyiapkan generasi penerus yang hebat bagi bangsa indonesia. |
|
Oktiva RossariPNS, TangerangMaria Walanda Maramis adalah sebentuk cahaya dari timur yang menyediakan jalan bagi kemajuan dan emansipasi perempuan. Ia merupakan pejuang yang bergerak dengan kecerdasan dan keberanian untuk mendobrak adat. |
|
Ade IvanManajer Artis, JakartaLupakan sejenak RA Kartini! Indonesia masih memiliki putri bangsa yang mengabdi bagi Ibu Pertiwi. Kenali, hargai, dan kenang mereka. Jangan sampai Maria Walanda hanya berhenti sebatas nama tanpa makna. Masih banyak Maria-Maria lain yang sepenuh hati berkiprah bagi Ibu Pertiwi. |
Kembali ke Pahlawan
Ino Julianto
Dimitri Herlambang