Musim hujan datang di daerah Pagaruyung, Sumatera Barat. Ana seorang gadis kecil sedang termenung di dalam rumah. Dia menatap hujan deras dari jendela rumahnya.
“Aku tidak bisa ke pasar menjual hasil kebun dan melihat putri Andam hari ini,” gumam Ana sedih. Ana ingin sekali bertemu Putri Andam, putri kerajaan. Putri Andam ke pasar hanya sekali dalam enam pekan, biasanya untuk membeli baju kurung. Belum pernah Ana melihat Putri Andam.
“Duar!” Suara petir membuat Ana terlonjak. Matanya menangkap bayangan seseorang di dekat jendelanya. Ana takut bercampur penasaran. Dia membuka pintu dan melongok ke luar. Ada seorang gadis terlihat menggigil kedinginan di depan pintu rumahnya.
“Masuklah Uni, di luar angin kencang dan hujan sangat lebat,” ajak Ana.
“Terima kasih,” sahut gadis itu. Ana kasihan melihatnya. Entah karena keletihan ataupun dinginnya malam, gadis itu pun tertidur setelah meminum teh hangat yang diberikan Ana.
Keesokan harinya, setelah bangun dari tidur, Ana tidak melihat gadis itu. Ia mencarinya di semua tempat. Ana melihat di meja makannya yang terbuat dari kayu telah ada hidangan sarapan pagi.
“Kamu sudah bangun?” terdengar suara dari halaman belakang. Ana menoleh ke arah suara itu. Suara itu berasal dari gadis yang ditolongnya semalam. Ia sudah terlihat sehat.
“Apakah Uni yang menyiapkan makanan ini?” tanya Ana bingung.
“Iya, ayo kita makan,” sahut si gadis tersenyum. Mereka pun makan bersama.
“Terima kasih sudah membantuku ya. Kamu tinggal sendiri di sini? Saya tidak melihat orangtuamu,” tanya gadis itu.
“Iya Uni, ayah dan ibuku sudah meninggal,” sahut Ana sedih.
“Maukah kamu tinggal bersamaku? Aku akan menemanimu sepanjang hari,” ajak si gadis.
“Ah, sebaiknya jangan, Uni. Siapa yang akan menjaga rumahku dan mengerjakan kebunku? Terima kasih atas kebaikan Uni,” sahut Ana tersenyum.
“Baiklah. Kalau begitu, aku pamit dulu ya. Sekali lagi terima kasih. Aku Andam Sari. Kamu boleh main ke kerajaan kapan pun kamu mau. Aku juga akan sering main ke sini kalau kamu izinkan,” jawab si gadis.
“Ya Allah... Tuan Putri?! Maafkan hamba yang sudah lancang menyebut Baginda dengan panggilan Uni dan menolak keinginan Baginda,” ucap Ana gugup. Dia lalu membungkuk memberi hormat kepada Putri Andam.
“Sudahlah, Ana. Tidak apa-apa. Aku senang kamu bersikap seperti tadi. Kuharap kamu bersedia menjadi saudaraku ya,” Putri Andam memeluk Ana.
Catatan & Moral Cerita:
Menolonglah tanpa pamrih. Tuhan akan membalasnya dengan yang lebih baik.