AUDIO

Titan Tak Ingin Seperti Ayah


Tintan adalah seekor anak monyet bekantan yang berbulu cokelat kemerahan. Ia tinggal bersama ayah dan ibunya di sebuah hutan bakau di Teluk Balikpapan, Kalimantan Timur. Ia pandai melompat dari dahan ke dahan dan mencari makanannya sendiri.

Suatu pagi, Tintan meringkuk saja di dahannya. Ia tampak murung.

“Kamu tidak ingin pergi bermain?” tanya Ibu. “Kora si kera dan Maudy si burung madu pasti sedang menunggumu di pinggir sungai.”

“Aku sedang sedih, Bu,” jawab Tintan.

“Apa yang membuatmu sedih?”

“Aku akan jadi jelek bila besar nanti,” kata Tintan.

“Kau akan setampan ayahmu,” hibur Ibunya.

Tangis Tintan pecah. “Aku tak ingin punya hidung besar seperti Ayah. Huu huu.... Teman-teman mengolok-olok hidung Ayah. Aku ingin hidung seperti punya ibu.”

“Bekantan jantan berhidung besar, sedangkan yang betina tidak.”

“Mengapa harus besar sih, Bu? Penciuman Ayah tidak tajam. Ia malah harus mengangkat hidungnya bila makan,” keluh Tintan.

“Semua yang diciptakan Tuhan pasti ada gunanya, Nak. Kita diciptakan dalam bentuk sebaik-baiknya,” kata Ibu.“Apa yang bisa Ibu lakukan agar kau tidak sedih?”

Tintan membayangkan buah bulat hijau yang sedap.“Aku ingin buah bakau.”

“Pohon bakau di seberang sungai buahnya masih banyak. Tunggu di sini, Nak.”

Dari atas pohon Tintan mengawasi Ibunya yang perlahan menyeberangi sungai. Kepala Ibu melaju di atas permukaan air yang tenang. Tidak jauh dari Ibu seonggok kayu tua tampak mengikutinya. Tapi hei, itu bukan kayu. Itu buaya! Ibu akan dimakan buaya! gumam Tintan panik.

“Nguuk! Ibu! Ada buaya!” Tintan berteriak sekuatnya.

Ibu tetap berenang perlahan. Ia tidak mendengar suara Tintan. Tintan panik. Ia melompat-lompat sambil menjerit-jerit. “Tolong ibuku!” Ia ingin terjun ke air, tetapi takut. Ia belum bisa berenang.

Seketika Tintan mendengar suara keras lantang menggema.“Bahaya! Bahaya! Buaya! Nguuk! Nguuk!” Itu suara Ayah!

Ibu menoleh ke belakang. Ia bergerak cepat dan segera melompat ke atas akar-akar pohon bakau di dekatnya. Ibu selamat dari ancaman buaya!

Tintan mendekati Ayah. “Aku ingin bersuara keras seperti Ayah.”

“Hidung jelek ini membuat suara Ayah terdengar sampai di kejauhan,” Ayah menjelaskan. “Bekantan jantan harus melindungi kelompoknya. Suaranya harus keras agar bisa memberi peringatan bahaya.”

“Aku mau punya hidung seperti Ayah,” kata Tintan dengan mata berbinar-binar.

Catatan & Moral Cerita:

Semua yang dikaruniai Tuhan kepada kita ada manfaatnya. Mari syukuri semua pemberian Tuhan.