AUDIO

Mencoba Berkicau

Di hutan rimba Aceh yang sangat luas, Cempala Kuneng bertengger diam di sebuah ranting sebuah pohon besar. Sejak tadi, dia takjub mendengar suara berbagai burung di sekitarnya.

Dia memperhatikan Kepodang yang berkicau riang. Suaranya indah sekali. Begitu juga suara cerecet dari Kutilang yang tak kalah indah.

“Hai, kenapa kau tak berkicau?” tanya Pipit Peking yang bertengger tak jauh darinya.

Cempala Kuneng menggeleng. “Aku tak yakin. Suaraku tak sebagus suara mereka,” jawabnya.

Pipit Peking mengepak-ngepakkan sayapnya. Kemudian dia ikut berkicau riang. Meramaikan paduan suara di tengah hutan Aceh.

Tapi kemudian, terdengar satu suara yang begitu nyaring.

Cempala Kuneng menutup telinganya. “Suara siapa itu?” tanyanya.

“Itu suara Tonggeret. Suara gesekan sayapnya memang melengking,” jawab Pipit Peking. “Tapi kau tak perlu menutup kuping seperti itu. Coba dengarkan! Suara melengkingnya malah melengkapi paduan suara.”

Cempala Kuneng mengikuti perkataan Pipit Peking. Dia mencoba mendengar berbagai suara di hutan. Ternyata benar. Suara Tonggeret yang melengking, malah membuat paduan suara menjadi lebih indah. Cempala Kuneng terdiam. Tonggeret saja percaya diri dengan suaranya, masa dia tidak?

Setelah berpikir seperti itu, Cempala Kuneng lalu memperbaiki posisi berdirinya di ranting pohon. Ia lalu mengumpulkan segenap kepercayaan dirinya. Cempala Kuneng pun mulai berkicau.

“Piiuuu... piiuuu...”

“Piiuuu... piiuuu...” Begitulah bunyi suara Cempala Kuneng.

“Wah, suaramu indah sekali,” puji Pipit Peking.

Cempala Kuneng tak kalah terkejut. Dia sendiri tak menyangka kalau suara kicauannya ternyata indah. Sesuatu yang tak akan pernah diketahuinya, jika dia tak pernah mencobanya. Cempala Kuneng pun merasa bahagia.

Maka pagi itu, Cempala Kuneng mulai berani berkicau. Ia sudah percaya diri dengan suaranya. Pedalaman hutan Aceh pun semakin meriah oleh paduan suara yang begitu indah.