Alkisah, dahulu kala di Serang, Banten, ada seorang raja yang memiliki seorang sahabat. Karena persahabatannya, sang raja mengangkat sang sahabat menjadi kepala desa di suatu desa di Serang.
Ternyata, kepala desa itu menjadi pemimpin yang sombong dan serakah. Ia suka menetapkan pajak semaunya dan memeras warganya. Warga desa menjadi tidak suka kepadanya.
Suatu pagi, datang seorang pengemis di hadapan kepala desa. Wajah pengemis tampak memelas agar diberi sedekah. Namun, ia malah dimarahi dan diusir. Si pengemis lalu berkata, “Hai, orang kaya! Alangkah baiknya jika kau tidak sombong dan kikir karena sungguh sengsara menjadi orang miskin apabila engkau bisa merasakannya.”
Namun, kepala desa bergumam, “Ah, pengemis. Hartaku melimpah, mana mungkin aku menjadi miskin.”
Keesokan hari, saat bangun tidur, mendadak kedua kaki sang kepala desa tak bisa digerakkan. Ia panik dan menyuruh pembantunya mencari tabib untuk mengobati kakinya, tetapi tidak berhasil. Maka, ia membuat sayembara. Siapa pun yang bisa menyembuhkan kakinya akan diberi hadiah besar.
Warga desa beramai-ramai datang mengikuti sayembara, di antaranya si pengemis. Satu per satu peserta mengobati, tidak ada yang berhasil. Tiba giliran si pengemis. Ia berkata, “Jika mau sembuh, Tuan harus melakukan tiga syarat. Pertama, harus mengubah sifat sombong dan serakah. Kedua, harus bertapa di atas batu kuwung (cekung) di kaki Gunung Karang selama tujuh hari tujuh malam. Ketiga, jika sudah sembuh, Tuan harus memberi sebagian harta kepada warga yang miskin.”
Kepala Desa mau memenuhi persyaratan itu. Ia berangkat ke Gunung Karang dengan ditandu pembantunya. Sesampai di sana, ia melihat sebuah batu kuwung. Ia duduk di atas dan mulai bertapa. Setelah hari ke tujuh, tiba-tiba air panas menyembur dari sela-sela batu yang didudukinya. Sebentar saja, tempat tersebut menjadi kolam kecil air panas. Mendadak, ia merasakan kakinya dapat digerakkan kembali. Bukan main senang hatinya. Ia pun kembali ke desa.
Setelah kejadian itu, Kepala Desa tak lagi menjadi pemimpin sombong dan serakah. Ia berubah menjadi pemimpin yang bertanggung jawab dan dermawan. Ia gunakan sebagian hartanya untuk membangun desa dengan membuat jalan dan memperbaiki fasilitas desa. Ia juga membuka lapangan usaha baru bagi warga dan menyantuni warga tidak mampu. Ia pun dicintai warganya.
Catatan & Moral Cerita:
Menjadi pemimpin harus bijaksana dan bersungguh-sungguh memperhatikan kesejahteraan warganya.