AUDIO

Wayang Bambu


Kakek mulai menata wayang-wayang bambu di gedebog (potongan batang) pohon pisang. Sementara itu, aku dan kakakku, Bowo, duduk di tikar siap menonton pertunjukan wayang bambu Kakek.

Wayang bambu ini, wayang khas Kota Hujan di Kampung Cijahe, Curug Mekar Bogor. Wayang-wayang ini berbeda dengan wayang lain karena wajah wayang bambu polos tanpa cat atau gambar.

Perlahan terdengar alunan musik karawitan Sunda dari kaset yang disetel Kakek. Musik karawitan Sunda ini biasa mengiringi pertunjukkan wayang bambu.

Kakek mulai memainkan wayang-wayang bambunya. Lakon yang dibawakan Kakek kali ini tentang seorang pangeran yang mencari seorang putri untuk dijadikan permaisuri.

Tetapi, ups! Ada yang diam merengut ketika Kakek mendalang. Aku tahu Kak Bowo tidak senang menonton pertunjukan wayang. Menurut Kak Bowo, pertunjukkan wayang itu kuno!

“Bowo,” Kakek memanggil Kak Bowo usai pertunjukan. “Kamu mau coba memainkan wayang ini?”

Kak Bowo terkejut. Memainkan wayang? Apa menariknya? sungut Kak Bowo dalam hati.

“Lihat ini,” Kakek menunjuk wajah wayang bambu. “Wajah wayang ini polos tanpa cat dan gambar. Jadi kita bisa bebas berimajinasi membayangkan wayang ini tokoh seperti yang kita inginkan. Mau mencoba?”

Akhirnya, Kak Bowo mau juga mencobanya. Ia lalu memainkan wayang bambu dengan menokohkan teman-teman sekolahnya.

”Di kelas tujuh, ada seorang murid bernama Wira. Anaknya gemuk, tapi penakut. Ia sering digoda dan ditertawakan teman-temannya.”

”Wira, kamu gemuk sekali, sih. Perut kamu seperti tambur!” lanjut Kak Bowo.

”Hi-hi-hi...” Aku terkikik menonton pertunjukan wayang Kak Bowo. Sepertinya, Kak Bowo memiliki bakat mendalang seperti Kakek.

”Selain sering diejek, Wira juga sering jadi korban bullying teman-temannya. Ia suka dipaksa mengerjakan PR teman-temannya. Kalau tidak mau, ia diancam akan dipukuli!” lanjut Kak Bowo.

”Sudah bagus, Bowo! Kamu memang punya bakat mendalang. Agar ceritanya bisa bernilai positif bagi penonton, bukan cuma hiburan, sebaiknya akhir ceritanya seperti ini,” kata Kakek lalu mencoba mencontohkan.

”Namun, tak semua anak di kelas tujuh jahat pada Wira. Ada seorang anak yang baik dan suka membela Wira. Ia adalah Bowo! Bowo selalu melindungi Wira. Ia juga suka menasihati teman-teman agar selalu baik pada semua teman. Tidak boleh bullying karena itu perbuatan tidak baik,” kata Kakek.

Kak Bowo dan aku pun bertepuk tangan.

Catatan & Moral Cerita:

Kita harus mengenal budaya bangsa sendiri dan belajar mendalami budaya yang kita miliki.