Di sebuah sekolah dasar negeri di pinggiran Jakarta, Andi bersahabat akrab dengan Arif dan Budi. Mereka selalu bermain bersama.
“Yuk, kita main adu biji karet di lapangan, Ndi,” ajak Arif pada Andi saat bel istirahat.
“Iya, Ndi, daripada melamun di kelas,” timpal Budi.
“Ayok…,” tanggap Andi.
Adu biji karet merupakan permainan tradisional khas anak-anak Betawi di pinggiran Jakarta.
Di lapangan sekolah, Andi, Arif, dan Budi langsung asyik bermain biji karet. Mereka bersaing agar biji karet mereka bisa menjadi cilongan, yaitu biji karet yang tak pernah kalah. Persahabatan Andi, Arif, dan Budi memang sungguh akrab.
Namun, beberapa waktu kemudian, keakraban mereka bertiga terusik. Hal itu karena tiba-tiba Andi merasa minder terhadap kedua sahabatnya. Tidak seperti Arif dan Budi, Andi tidak terlalu tangkas dalam menerima pelajaran di sekolah. Setiap kali ada ulangan mendadak, Andi tidak mendapatkan nilai sebaik Arif dan Budi.
Lama0kelamaan pun Andi menjadi rendah diri dan mulai menghindari Arif dan Budi. Ia tidak mau lagi bermain bersama Arif dan Budi.
Arif dan Budi pun merasa kehilangan Andi yang mulai menjauh. Setiap pulang sekolah, Andi selalu menghindar.
Pada suatu malam, tiba-tiba Andi terbangun karena bermimpi buruk. Dalam mimpinya, Arif dan Budi bermain sampan di telaga dan tiba-tiba ada air bah besar menelan sampan mereka! Andi menangis karena takut kehilangan dua sahabatnya itu.
Sehabis mimpi buruk, Andi bertekad untuk tidak tidur lagi. Ia malah membuka buku-buku pelajaran yang dia selalu mendapatkan nilai lebih buruk dari Arif dan Budi. Ia bertekad untuk tidak akan menghindari Arif dan Budi lagi setelah nilai-nilai ulangannya nanti membaik. Besoknya, di setiap malam hari, Andi bangun di tengah malam untuk belajar lebih banyak agar nilai-nilainya tidak lagi kalah dari Arif dan Budi.
Setelah berminggu-minggu, Andi belajar di tengah malam. Lama-kelamaan, dia mendapati ulangan di sekolah menjadi jauh lebih mudah dikerjakan dan nilai-nilai ulangannya semakin baik. Andi pun menjadi lebih percaya diri. Kini, ia tidak lagi menghindari Arif dan Budi.
“Nah, gitu, dong, Ndi… Kami senang kamu mau bermain bersama lagi,” ujar Arif saat ajakannya bermain kelereng diterima oleh Andi.
“Iya, Ndi. Belajar itu memang penting. Tapi, jangan lupakan kami sahabatmu, ya?” timpal Budi.
Andi mengangguk. Mereka bertiga lalu tertawa sambil melakukan tos bersama.
Catatan & Moral Cerita:
Belajar dengan rajin, sungguh-sungguh, dan tekun akan selalu menghasilkan prestasi yang baik.