AUDIO

Vas Catikku


”Anak-anak, tugas prakarya semester ini adalah membuat vas bunga dari tanah liat,” kata ibu guru.

Deg! Wati langsung tersentak. Wajahnya memucat. Gelisah.

Membuat prakarya adalah kelemahannya. Wati merasa tidak mempunyai bakat seni.

Teman-teman sekelasnya tampak antusias membicarakan tugas vas bunga. Hanya Wati yang terdiam.

Hingga satu minggu kemudian, bahan tanah liat untuk membuat vas bunga masih teronggok di meja belajar Wati.

”Ah, aku mau ke rumah Mia. Mungkin, dapat mengerjakan bersama-sama,” pikir Wati.

Ternyata, vas bunga Mia sudah jadi. Cantik sekali, bentuknya silinder dengan ukiran di sekelilingnya. ”Mia, bagaimana kamu membuatnya?” Wati tampak takjub.

”Hi-hi-hi... kan, kakakku kuliah di Fakultas Seni Rupa,” kerling Mia.

Wati tertunduk lesu. Lalu, ia ke rumah Aldi, berharap Aldi mau membuat vas bunga bersama-sama.

”Oh, punyaku sudah jadi. Nih, Mama yang membuatkan,” kata Aldi senang.

Vas bunga Aldi berbentuk bulat. Tak kalah cantik dengan punya Mia.

Wati pulang dengan lesu. Mamanya kerja di luar kota, hanya pulang sebulan sekali.

Di rumah, Wati memandang onggokan bahan tanah liat dengan sedih.

Namun, Wati akhirnya mencoba mengerjakan vas bunganya sendirian. Vas itu akhirnya hampir selesai meski hanya berbentuk persegi dengan benjolan di sana-sini.

Ia lalu mendapatkan ide untuk menghiasi keempat sisi dari vas persegi itu. Wati berpikir, karena tinggal di Bandung, Jawa Barat, yang berjuluk Kota Kembang, ia membuat motif-motif kembang di seluruh keempat sisi vas bunganya. Di salah satu sisi, ia membuat tulisan berjudul Bandung, Kota Kembang.

”Huu... Tapi kayaknya jelek, deh!” keluh Wati.

Ia lalu menjemur vas bunganya di pekarangan rumah agar kering.

Esok hari di sekolah, Wati memandang vas cantik buatan teman-temannya. Mereka bangga menenteng dan memamerkannya.

Lalu, ibu guru mengumpulkan semua vas bunga.

”Nanti yang paling bagus akan Ibu pajang di meja,” kata ibu guru.

Wati menunduk. Tak mungkinlah vasnya yang akan dipajang. Ketika jam istirahat selesai, Wati masuk paling belakangan ke kelas.

”Wati, lihat!” Mia menariknya ke dekat meja ibu guru.

”Hah?” Wati tersentak.

Wajahnya memerah karena bahagia. Ternyata, vas buatannya yang dipilih ibu guru! Meski tampak tidak rapi, bahkan dianggap jelek, vas bunga itu karyanya sendiri. Ah, tentu ibu guru tahu mana yang hasil karya kreativitas sendiri dan mana yang dibuatkan oleh orang lain.

Catatan & Moral Cerita:

Kita harus bangga dengan karya sendiri yang sudah dikerjakan dengan maksimal.