Di taman yang penuh dengan bunga-bunga, Mawar sedang mengerucutkan bibirnya. Kemudian, dia melihat ke bawah, ke sebuah tanaman Sulur.
“Enak, ya jadi kamu, Sulur. Setiap hari selalu teduh, sementara aku kepanasan, kedinginan, dan terkadang diterpa angin kencang.”
Sulur yang mendengar perkataan Mawar lalu berkata, “Aku yang terkadang iri terhadapmu, Mawar. Dengan setinggi itu, kamu selalu berada di atas. Bisa melihat seluruh taman dan tidak diinjak-injak seperti aku.”
Mawar pun hanya diam. Kemudian, dia berbicara kepada Melati yang ada di sampingnya.
“Enak, ya jadi kamu, Melati. Warnamu hanya satu. Tidak ada yang membanding-bandingkan kamu dengan saudaramu sendiri. Semuanya sama.”
Melati yang diajak bicara segera menegakkan bunganya. “Warnaku memang selalu putih. Begitu pun dengan semua keluargaku. Tapi, tak jarang aku merasa bosan bila harus melihat mereka. Lebih enak sebangsamu. Banyak warna. Kau merah, sementara saudaramu yang lain ada yang kuning, ungu, putih, oranye, dan banyak lagi. Alangkah senangnya mempunyai keluarga yang beraneka ragam itu.”
Lagi-lagi Mawar hanya diam. Kemudian, dia mulai menyapa Bunga Terompet. “Sungguh beruntungnya menjadi Bunga Terompet. Tidak memiliki duri di batangnya.”
Bunga Terompet yang saat itu baru bangun tidur segera menjawab, “Aku memang tidak mempunyai duri di batangku. Tapi, mereka cuma sekali dua kali memetikku. Tak jarang bungaku sampai layu, lalu berguguran begitu saja tanpa ada yang memungut. Tidak sepertimu, Mawar. Walaupun punya banyak duri, kau tetap saja dipetik.”
Mendengar perkataan Bunga Terompet, Mawar merasa bersalah. Lalu, dia berkata kepada Anggrek. “Oh, senangnya menjadi Anggrek. Selalu disanjung-sanjung.”
“Apalah gunanya disanjung jika tidak bisa mandiri, Mawar? Aku selalu tergantung kepada pohon inangku. Tidak sepertimu, Mawar, yang bisa mencari makanan sendiri.”
“Oh, Mawar sedari tadi aku mendengar kau mengeluh akan hidupmu,” seru Lebah yang lewat. “Tidakkah kau berpikir, setiap hal yang tercipta ini mempunyai kekurangan dan kelebihan. Jika kau bertanya kepadaku apa kelebihanmu, dengan mantap aku akan berkata, sarimulah yang paling enak di seluruh taman ini.”
Mawar menundukkan kepalanya. Dia berpikir tentang apa yang diucapkan lebah barusan. Ia kini sadar, dirinya juga punya banyak kelebihan. Jadi, tak perlu mengeluh.
Pesan Moral: Semua makhluk hidup diciptakan oleh Tuhan YME dengan kelebihan dan kekurangan masing-masing. Hal terpenting, selalu bersyukur atas karunia-Nya.
(Pemenang Hiburan Lomba Menulis Dongeng Anak Nusantara Bertutur 2014)
Karya: Lisma Laurel