Suatu pagi di Enrekang, Sulawesi Selatan, seorang anak bernama Rafly tidak mau berangkat sekolah. Ibu Rafly sudah berusaha untuk membujuk, tetapi Rafly tetap tidak mau. Itu karena Rafly tidak dibelikan sepatu baru oleh ayahnya. Padahal, sepatu yang lama masih bisa digunakan. Rafly terus bersedih, bahkan tidak mau keluar dari kamarnya.
Pukul dua siang, teman Rafly yang bernama Rafi datang ke rumah. Rafi mengetuk pintu dan mengajak Rafly keluar, “Rafly, ayo buka dong! Kemarin kamu sudah janji mau pergi berpetualang di kebun Paman Ray. Ayo, kita pergi! Aku sudah siapkan bekal, nih.”
Beberapa saat kemudian, Rafly membuka pintu. Rafly sudah siap dengan ransel. “Ayo kita berangkat!” kata Rafly dengan wajah tidak ceria.
Mereka pun pergi ke arah utara. Mereka harus menyeberangi jembatan gantung untuk sampai ke kebun Paman Ray, pamannya Rafi.
Di kebun Paman Ray, ada pohon-pohon yang tinggi. Wajah Rafly mulai berseri-seri. Mereka kejar-kejaran di bawah pohon.
Tiba-tiba Rafly melihat seseorang yang sangat mencurigakan. Rafly memanggil Rafi dengan cara memberikan kode. Rafi pun mendekat sambil berbisik, “Ada apa?”
“Lihat, di sana sepertinya ada orang,” kata Rafly berbisik di telinga Rafi.
“Ayo kita lihat! Kamu tidak usah takut, kita kan pelari hebat,” kata Rafi.
Mereka mengendap-ngendap berpindah dari batang pohon yang satu ke pohon yang lain. Semakin dekat, mereka mulai melihat topi caping yang digunakan orang misterius itu.
Tiba-tiba orang misterius itu menoleh ke belakang ke arah Rafi dan Rafli. “Itu Rafi sama temannya ya?”
“Ii….iya….” Rafly dan Rafi heran, ternyata orang itu mengenal mereka.
“Ayo kemari!” kata orang itu sambil membuka topi capingnya.
“Ah… ternyata Randy! He-he-he…” Rafi yang tadi tegang kini lega.
“Rafly, ini Randy. Anaknya Paman Ray!” Rafi memperkenalkan Randy kepada Rafly.
Rafly hanya terdiam. Rafly ternyata sedang merenung melihat kondisi Randy yang kedua belah kakinya hanya sampai sepaha. Ia tidak mempunyai lutut, betis, dan telapak kaki.
Rafly tiba-tiba ingat peristiwa pagi tadi. Rafly jadi sadar, betapa ia lupa untuk bersyukur. Randy berjalan dengan dua tangannya. Jangankan sepatu, kaki pun dia tidak punya. Namun dengan kekurangannya, ia tetap berusaha membantu ayahnya di kebun. Sementara dirinya? Hanya karena tidak dibelikan sepatu baru, malah mogok sekolah. Dalam hati, Rafly berjanji akan selalu bersyukur kepada Tuhan YME.
Kita harus bersyukur dengan semua nikmat dan pemberian dari Tuhan YME.
(Nominator Lomba Menulis Dongeng Anak Nusantara Bertutur 2014)
Karya: Nur Syamsi