AUDIO

Balasan Atas Kebaikan

Penulis: Eko Hartono


Dahulu kala di kerajaan Mataram di Pulau Jawa, hiduplah seorang pedagang kaya bernama Ki Randu. Dia memiliki sebuah toko besar yang menjual berbagai barang kebutuhan pokok.

Sayangnya, Ki Randu sangat kikir. Jika datang pengemis atau orang miskin memintanya sumbangan, akan diusirnya pergi.

Suatu hari, terjadi letusan gunung berapi di daerah kerajaan itu. Semua orang pergi mengungsi, termasuk Ki Randu. Jika warga pengungsi lain membawa banyak bekal makanan dan minuman, Ki Randu malah lebih banyak membawa uang dan emas.

Di tengah perjalanan, Ki Randu kehabisan bekal makanan dan minuman. Dia meminta bantuan warga pengungsi lainnya, tetapi tak ada yang mau membantu. Lalu, Ki Randu menawari sekantong uang untuk ditukar air minum atau makanan, tetapi mereka tetap menolak.

“Dalam keadaan seperti ini, uang tak ada lagi harganya dibanding makanan dan air minum, Tuan!” ujar seorang pengungsi.

“Lagi pula, Tuan sangat kikir. Ketika kami kelaparan dan meminta makanan, Tuan tak pernah mau memberi,” sambung pengungsi yang lain.

Ki Randu kecewa. Tubuh sudah lemah karena dua hari tidak makan minum. Tiba-tiba seorang anak laki-laki menghampirinya membawa sekantong air. “Minumlah, Tuan!”

Ki Randu merasa kaget. Wajah anak kecil itu menyiratkan kesungguhan. Ki Randu menyambar kantong air dan segera minum.

Kemudian, ia memberikan sekantong uang pada anak itu. “Ambil ini sebagai gantinya.”

Si anak kecil justru menggeleng. “Tidak, Tuan. Saya memberikannya ikhlas.”

“Kenapa kamu mau membantuku, Nak?” tanya Ki Randu penasaran.

“Karena saya pernah mendapatkan kebaikan dari Tuan meskipun Tuan tidak menyadarinya.”

“Kebaikan apa yang pernah aku lakukan padamu, Nak?” Ki Randu heran.

“Tuan mungkin tidak tahu, saya sering bermain dekat toko milik Tuan. Ketika Tuan sedang memasukkan beras ke dalam karung, sebagian beras tercecer ke tanah. Tuan membuangnya begitu saja.

Ceceran beras buangan itu saya ambil satu per satu hingga terkumpul banyak. Lalu, saya membawanya pulang dan memberikannya kepada ibu di rumah sehingga kami sekeluarga bisa makan.”

Ki Randu terharu mendengarnya. Ternyata, kebaikan yang ia tak sengaja lakukan dapat menyelamatkannya. Ki Randu berpikir, apabila ia sengaja melakukan suatu kebaikan, pasti akan jauh lebih besar balasan yang diterima.

Ki Randu kini sadar, betapa manusia semestinya hidup tolong-menolong. Sejak itu, Ki Randu menanggalkan sifat kikirnya.

Manusia adalah makhluk sosial. Kita harus hidup tolong-menolong dalam kebaikan.