AUDIO

Tanduk Terhebat

Penulis: Tuti Sitanggang


“Mbeeeek.....” Rombongan kambing hutan riang berlarian di padang rumput Taman Nasional Gunung Leuser, Sumatera Utara. Caca, seekor anak kambing hutan jantan, suka sekali melompat-lompat di padang rumput itu.

Di padang rumput juga ada kawanan rusa. Caca melihat rusa seusianya sedang berbaring di bawah perdu. Rusa kecil itu bernama Corni. Caca pun berkenalan dengan Corni. Sejak itu, mereka bersahabat.

Pada suatu siang, Corni berkaca di sebuah mata air. Ia terkejut. “Caca! Tandukku tumbuh!”

Caca mendekat. Ya, ada sepasang tanduk menyembul di kepala Corni. Setiap rusa jantan memang memiliki tanduk.

Caca lalu ikut bercermin. “Corni, tandukku juga tumbuh!” katanya takjub.

Kedua sahabat itu girang. Sebentar lagi mereka akan dewasa dengan tanduk yang kuat.

Setiap hari, Corni dan Caca selalu becermin di mata air untuk melihat tanduk mereka. Pertumbuhan tanduk Corni lebih cepat dibandingkan milik Caca.

“Caca, tandukku lebih hebat,” ujar Corni membusungkan dada. Corni memang gagah dengan sepasang tanduk yang bercabang tiga.

Caca tertunduk sedih. Ia menyadari tanduknya hanya polos, tanpa cabang sama sekali. Tanduk kambing hutan memang seperti itu.

Pada pagi hari, Corni berdiri di atas bukit. Tanduk istimewanya berkilauan tertempa sinar matahari. Rusa kecil itu kini sudah menjelma menjadi rusa jantan dewasa.

“Caca, dengan tanduk ini, rusa-rusa lain akan takut padaku,” umbar Corni.

“Jangan menyakiti mereka,” jawab Caca pelan.

“Sudah hukum rimba, yang kuat mengalahkan yang lemah! Coba lihat caraku bertarung,” ujar Corni sambil memperagakan ketangkasannya memainkan tanduk. Ia menyeruak dahan perdu yang lebat, seakan sedang bertarung dengan rusa lain.

“Hap! Hap!” serunya penuh gaya. Namun, tiba-tiba kakinya terantuk batu hingga terjerembab ke dalam perdu. “Ooh!”

“Caca, tolong aku! Tandukku tersangkut dahan-dahan ini!” ungkapnya sambil menarik kepalanya keluar dari jeratan ranting-ranting. Namun, semakin berusaha keluar, tanduk Corni semakin sulit dilepaskan karena cabang-cabang di tanduknya itu.

Caca dan keluarganya datang menolong. Bersama, mereka memakan dedaunan perdu. Caca sendiri mematahkan ranting-ranting yang menjerat tanduk Corni dengan tanduknya yang pendek. Ternyata, tanduk pendek yang kuat itu sangat mudah untuk mematahkan ranting. Corni pun bebas.

Corni akhirnya menyesal dengan kelakuannya yang sombong. Ia menyadari bahwa hewan yang dianggap hebat pun masih memerlukan pertolongan hewan lain yang dianggap lemah.

Kalau kita mempunyai keistimewaan, anugerah itu bukan untuk disombongkan, melainkan dipergunakan untuk hal-hal bermanfaat, misalnya membantu sesama.