Sabtu sore ini, Atik sedang berkunjung ke rumah nenek di daerah Sekoja, Jambi. Seperti biasa, saat bertemu Nenek, Atik asyik bercerita tentang kegiatannya di sekolah.
Saat bercerita, mata Atik melihat sebuah tas yang tergantung di dekat mesin jahit nenek. “Nek, tas itu bagus. Coraknya batik.”
Nenek menoleh. “Tas batik itu buatan Nenek. Nenek beli kainnya langsung dari sanggar batik,” jelas Nenek.
“Atik suka tas seperti itu. Boleh buat Atik, Nek?”
Nenek tersenyum dan mengangguk.
“Makasih ya, Nek,” ujar Atik girang.
Esok pagi, Nenek mengajak Atik jalan-jalan ke sanggar batik milik Ibu Hanum, teman sekolah nenek dahulu. Ternyata, di sana ada banyak anak seusia Atik sedang belajar membatik.
“Aih, ini pasti Atik, ya? Nenek kamu sering cerita soal kamu,” sambut Bu Hanum. Bu Hanum lalu mempersilakan Atik duduk bersama anak-anak lain yang sedang belajar membatik. Lalu, Bu Hanum memperlihatkan sebuah kain batik pada Atik.
“Atik, batik tulis Jambi memiliki corak dan warna yang unik. Pewarna batik Jambi diambil dari bahan-bahan alami yang ada di Jambi, seperti getah kayu lambato buah kayu bulian, daun pandan, kayu tinggi, dan kayu sepang,” jelas Bu Hanum. Atik hanya mengangguk-angguk mendengarnya.
“Nah, Atik. Bagaimana kalau kamu mencoba belajar membatik? Kenalkan, ini cucu Ibu, namanya Dilla. Kamu bisa belajar dari Dilla. Ayo, kalian kenalan dahulu,” lanjut Bu Hanum.
Atik dan Dilla pun bersalaman. Kemudian, Dilla mengajak Atik untuk belajar membatik. Mula-mula Dilla meletakkan kain putih seukuran sapu tangan pada gawangan. Sudah ada pola berbentuk bunga di kain itu. Dengan gawangan, kain jadi tidak bergerak dan mudah untuk dibatik.
Dilla mengambil lilin dengan menggunakan canting. Secara perlahan, ia menggoreskan canting mengikuti pola. Sesekali, ujung canting ditiup-tiup.
“Ini cara agar lubang canting tidak tersumbat lilin, Atik,” jelas Dilla.
Lalu, Atik mulai mencoba sendiri membatik mengikuti arahan Dilla. Awalnya memang agak sulit, tetapi kemudian Atik mulai terbiasa. Apalagi, Dilla terus melatihnya dengan sabar.
“Nah, tuh kamu sudah bisa membatik, Atik,” puji Dilla.
Saat batik buatannya selesai, Atik pun terkejut. Hasilnya lumayan bagus.
Siang hari, usai belajar membatik, Atik bersama nenek pamit pulang pada Bu Hanum dan Dilla. Dalam hati, Atik merasa senang dan bangga. Kini, ia sudah bisa membuat batik, sebuah warisan budaya bangsa yang diakui dunia.
Sebagai anak Indonesia, kita harus bangga terhadap batik sebagai salah satu warisan budaya bangsa.