Aku tinggal di sebuah kompleks perumahan di daerah Kabupaten Agam, Sumatra Barat. Pagi ini, aku sedang bermain-main di lingkungan sekitar rumahku.
“Jangan dekat-dekat Dido, nanti dia ngamuk,” kata Kak Lara, tetanggaku.
Aku yang berniat menghampirinya, jadi mundur beberapa langkah. Dido terlihat ingin bergabung bersama kami, tapi kak Lara segera melarang.
“Kemarin, dia cakar Wisnu. Kemarinnya lagi, Danis yang digigit,” lanjut Kak Lara.
Aku semakin takut pada Dido. Sejak kepindahanku ke kompleks ini, cuma Dido yang belum menjadi teman baruku. Dia hanya melihatku dan teman-teman bermain dari kejauhan sambil menggigit-gigit kuku. Tangis kerasnya terdengar saat ibunya memanggil, menyuruh pulang.
“Memangnya Dido kenapa?” tanyaku pada Kak Lara.
“Ya gitu deh,” Kak Lara tak mau menjelaskan.
Aku penasaran. Kupandangi Dido yang meraung-raung tak mau pulang, tapi ibunya tetap memaksa.
***
“Ma, kalau aku jadi teman Dido, boleh?” tanyaku pada Mama yang sedang membaca majalah di teras.
Mama tertegun sejenak, lalu menyunggingkan senyum. “Boleh asal kamu tulus berteman, tidak mengejek atau menyakitinya,” kata Mama.
Aku mengangguk, meyakinkan Mama bahwa aku akan baik-baik saja. Segera aku berlari ke luar rumah. Mampir ke warung Bu Ratna, membeli permen dan beberapa kue-kue. Semua belanjaan kutaruh dalam sebuah kantong kresek. Aku menunggu Dido di taman. Biasanya setiap sore dia selalu mengintip anak-anak bermain di balik batu besar.
Benar, dia datang. Aku menghampirinya, memberinya senyum tulus.
“Namaku Tiara,” kataku sambil menyodorkan tangan.
Dido menatapku tajam, sepertinya dia khawatir bakal dijahili.
“Aa... aa…” Dido mengucapkan terima kasih dengan caranya. Lalu dia menjabat tanganku dan membuka bungkusan kue.
Aku tersenyum melihat Dido seriang ini. Biasanya dia selalu curiga setiap ada anak yang menghampiri. Dido anak berkebutuhan khusus, tapi itu bukan alasan untuk mengejeknya. Wisnu dan Danis dicakar karena Dido tak suka diejek. Dido hanya ingin berteman, bukan di-bully seperti itu.
Kak Lara menghampiriku. Dia heran melihat Dido begitu tenang. Dido menyodorkan kue-kuenya kepada kak Lara.
“Terima kasih,” kata Kak Lara.
Dido terus memakan kuenya. Kak Lara mengacungkan jempol buatku.
“Kamu hebat,” puji Kak Lara.
Ternyata, Dido punya hati yang sama dengan anak-anak yang lain. Perbedaan bukan halangan untuk berteman dan saling menghargai.
Jangan pilih-pilih dalam berteman. Masing-masing dari kita mempunyai kelebihan dan kekurangan.
Hari Anak Sedunia diperingati setiap 20 November. Perayaan ini bertujuan menghormati hak-hak anak di seluruh dunia, salah satunya hak mendapat pendidikan yang layak dan kasih sayang.