AUDIO

Uang dari Paman

Penulis: Ganda Rudolf


Ketika pulang sekolah, aku bertemu pamanku, Paman Hardi, di depan halte bus di Jalan Slamet Riyadi, Solo, Jawa Tengah. Paman Hardi memberiku uang.

“Ardian. Jangan lupa, ya, dibagi kepada adik-adikmu!” begitu pesan Paman Hardi.

Aku mengangguk dan mengucapkan terima kasih. Aku kantongi tiga lembar uang dua puluh ribuan ke saku baju.

Aku berjalan dengan girang. Aku berpikir, akan kubelikan apa, ya, uang bagianku?

Oh, iya! Kemarin aku melihat ada buku cerita baru yang tampaknya bagus di toko buku. Tetapi, aku ingat harganya mahal. Rp 60.000.

Lho! Jumlah itu, kan sama dengan uang di sakuku! Tiba-tiba, aku tersenyum.

Aku pakai saja ah, uang bagian kedua adikku, Anto dan Bunga. Mereka, kan tidak tahu kalau Paman Hardi menitipkan uang untuk mereka, pikirku.

“Buku baru! Buku baru!” teriakku senang. Aku jadi tidak sabar ingin segera sampai di rumah untuk ganti pakaian lalu ke toko buku.

Setiba di depan pintu pagar, aku melihat kedua adikku sedang berdiri mematung di belakang pagar.

“Kalian sedang apa?” tanyaku sambil membuka pintu pagar untuk masuk.

“Mau es puter...” lirih Bunga sambil menunjuk ke depan. Di seberang jalan, seorang pedagang es puter sedang melayani pembelinya.

“Aku juga, Kak,” kata Anto kemudian.

Aku diam. Mereka pasti tidak ada uang. Kalau ada, pasti mereka sudah asyik menjilati es itu.

Lalu, aku ingat uang pemberian Paman Hardi. Dari uang itu, ada bagian untuk Anto dan Bunga. Tetapi, kalau uang itu aku bagikan, berarti aku gagal membeli buku baru, gumamku.

Aku kembali memandang Anto dan Bunga. Mereka ingin sekali minum es puter.

Tiba-tiba aku merasa bersalah. Aku merasa seperti kakak yang jahat dan egois. Menyelewengkan uang adik-adik untuk kepentingan sendiri. Aku langsung merogoh sakuku.

“Anto! Bunga! Ini uang dari Paman Hardi buat kalian. Tadi kakak bertemu Paman Hardi di jalan. Paman menitipkan uang ini. Jadi, kalian bisa beli es puter sekarang!”

“Terima kasih, Kak! Hore!” seru kedua adikku girang. Mereka menyerbu ke arah gerobak es puter itu. Aku tersenyum lega melihatnya.

Aku membalikkan badan dan berjalan menuju teras. Aku agak merasa sedih karena gagal membeli buku baru. Tetapi, aku merasa bangga. Aku telah berlaku jujur. Aku akan menabung kekurangan uang untuk membeli buku itu, tekadku dalam hati.

“Kakak!” panggil adik-adikku bersamaan. Aku menoleh. Anto dan Bunga berlarian menghampiriku. “Ini es puter buat Kakak. Kami traktir!”

Aku terharu. Aku langsung memeluk keduanya. Kemudian, kami bertiga duduk asyik menikmati es puter di teras.

Korupsi adalah perbuatan yang tercela karena memperkaya diri sendiri dengan merugikan pihak lain. Mari kita jauhi perbuatan korupsi.

Peringatan Hari Antikorupsi Sedunia dilakukan setiap 9 Desember. Tujuannya adalah membangkitkan budaya antikorupsi di seluruh dunia.