Hari ini, Naya malas pulang. Ia merasa ibu terlalu mengatur dirinya. Pagi-pagi ibu sudah menyuruhnya segera mandi. Sarapan harus dikunyah pelan-pelan dan harus habis. Pulang sekolah, ibu langsung menyuruh Naya ganti baju, cuci tangan, makan siang, dan mengerjakan PR. Huh, padahal santai sebentar kan tidak apa-apa, gerutu Naya.
Kali ini Naya mau pulang terlambat. Biar saja sekalian ibu marah. Naya membelokkan sepedanya ke daerah Solo City Walk, Solo, Jawa Tengah. “Rasanya tenang sekali tidak mendengar omelan Ibu,” gumam Naya.
Tiba-tiba gerimis turun. Naya bergegas mengayuh sepedanya. Tapi, hujan malah bertambah deras, Naya terpaksa berteduh di depan sebuah toko batik.
Sudah setengah jam lebih, hujan tak jua reda. Naya kedinginan. Brrr.
Tak lama, ibu datang dengan membawa payung. “Naya! Syukurlah, kamu di sini.” Ibu mengeluarkan jas hujan dari tas keresek hitam. “Pakai ini,” ujar Ibu sambil memakaikan ke tubuh Naya.
Tangan ibu yang satu menuntun sepeda Naya, tangan satunya lagi memegang payung untuk menaungi mereka.Tapi, hujan turun dengan lebat disertai angin, membuat ibu tetap kebasahan.
Sampai di rumah, ibu segera memasak air hangat untuk Naya mandi.
“Hachii!” Ibu bersin. “Naya! Makan dulu supnya selagi hangat,” seru ibu. “Hachii!” Ibu bersin lagi.
Besoknya, Naya bangun kesiangan. Seruan ibu yang biasanya membangunkan Naya tidak terdengar. Selesai mandi, Naya menuju ke meja makan untuk sarapan. Hanya ada Bapak di situ.
“Ibu mana, Pak?” tanya Naya.
“Semalaman Ibu demam, selepas subuh baru bisa tertidur.” Bapak beranjak dari kursinya. “Jangan lupa sarapan, Bapak sudah buatkan nasi goreng. Nanti siang Bapak mau antar Ibu ke dokter.”
Ibu pasti sakit karena kehujanan kemarin. Naya lalu menyantap nasi gorengnya dengan terburu-buru. Ia tidak mau terlambat.
Naya masuk ke kelas berbarengan bel tanda masuk berbunyi. Tak lama, Pak Joko masuk.
“Anak-anak, silakan keluarkan PR Matematika kalian,” ujar Pak Joko.
Ya ampun, Naya lupa. Semalam ia ketiduran. Akibatnya, Naya dihukum berdiri di depan kelas. Malu sekali rasanya.
Naya tercenung. Biasanya ibu yang mengingatkan dan memeriksa PR-nya. Ibu juga yang membangunkannya pagi-pagi. Ibu sakit, semua jadi berantakan. Ibu sakit gara-gara Naya juga.
Sekarang Naya paham, ibu bukannya cerewet, melainkan peduli dan sayang padanya. Naya lalu bertekad, pulang sekolah nanti, ia ingin meminta maaf pada ibu dan berterima kasih untuk kebaikannya selama ini.
Seorang ibu selalu rela berkorban untuk anak-anaknya. Mari kita sayangi, hormati, dan berbakti pada ibu kita. Setiap 22 Desember, bangsa Indonesia memperingati Hari Ibu Nasional sebagai penghargaan terhadap peran seorang ibu dalam keluarganya, baik untuk suami, anak-anak, maupun lingkungan sosialnya.