Di tepi Sungai Mahakam Kalimantan Timur, hiduplah seekor pesut bernama Pasu. Ia hidup sendiri, terpisah dari keluarga dan teman-teman. Pasu setiap hari berenang mencari keluarga dan teman-temannya.
Pasu bertemu Bekantan yang sedang duduk di pohon. “Hai, Bekantan. Apakah kamu melihat teman-temanku?” tanya Pasu.
“Aku tidak melihat pesut-pesut lain seperti dirimu,” jawab Bekantan.
Kedua mata Pasu yang kecil mengerjap sedih. Ia kembali berenang.
“Kamu mau ke mana?” seekor belibis menyapa Pasu.
“Aku mau mencari teman-temanku. Apakah kamu melihat mereka?” kata Pasu.
Belibis itu menggeleng. “Sudah lama aku tidak melihat pesut sepertimu. Oh iya, kuperingati kamu. Sungai ini sudah kotor. Orang-orang masih saja membuang sampah sembarangan ke sungai.”
“Benar. Kamu lihat sendiri bagaimana kusamnya kulitku,” kata Pasu. Selain kusam, kulit Pasu terluka di sana-sini. Ia lalu beranjak pergi.
“Tolooong! Toloong!”
Pasu mempercepat lajunya. Ia mengenal suara itu. Itu suara ibunya!
Di kejauhan terlihat seekor pesut dikerumuni banyak manusia. Pasu segera mendekat. Apakah itu Ibu? Batinnya penuh harap. Benar, itu Ibu! Gumamnya girang. Tapi, mengapa banyak manusia mengerumuninya?
“Ibuuu!” panggil Pasu.
“Pasu!”
“Ibu? Mengapa mereka mengerumunimu?” Pasu langsung sedih, melihat tubuh ibunya terlihat kurus.
“Entahlah, Pasu. Ibu tidak tahu,” ujar ibu.
Manusia-manusia itu terlihat sibuk. Mereka lalu mengangkat tubuh ibu.
“Jangan lupa siapkan kolamnya!” perintah seseorang.
“Ada satu lagi, tangkap sekalian,” ujar yang lainnya.
Hap! Pasu berhasil ditangkap. Tubuhnya yang lelah tak bertenaga untuk melawan. Byur! Pasu dan ibu berpindah ke dalam sebuah kolam air tawar. Air kolam terasa segar. Berbeda dengan air sungai tempat tinggal mereka.
“Pastikan mereka mendapatkan air yang bersih sampai proyek membersihkan sungai selesai,” komando yang lainnya. “Rawat mereka dengan baik.”
Pasu dan ibu berpandangan. Lalu mereka berpelukan setelah menyadari yang terjadi. Rupanya mereka manusia-manusia baik yang ingin menyelamatkan para pesut.
“Syukurlah, kita selamat, Pasu. Semoga sungai segera bersih supaya bisa segera kita tinggali kembali,” kata ibu.
Pasu dan ibunya lalu melihat manusia-manusia itu sibuk membersihkan Sungai Mahakam. Mereka mengeruk sampah-sampah di sungai dengan alat berat. Hati Pasu menjadi lega. Ia sudah bertemu dengan ibu. Kelak, mereka akan tinggal di sungai yang bersih seperti dulu.