AUDIO

Selamat Datang, Air Bersih!

Penulis: Karunia Sylviany Sambas
Dongeng Anak Terpilih Kategori Air Minum-Lomba Menulis Dongeng Anak KSAN 2015


Tika dan keluarganya tinggal di Desa Simpang Kawat, Asahan. Mereka baru saja pindah ke sini untuk mengikuti bunda yang dipindahtugaskan mengajar di SD setempat.

Awalnya, tinggal di sini menyenangkan. Banyak anak seusia Tika yang menemaninya bermain. Namun, lama-kelamaan Tika merasa kecewa. Ternyata, air bersih masih sulit didapat. Air di sini berwarna agak kuning. Setelah hujan turun, airnya agak bening. Tapi, begitu dibiarkan semalaman, akan ada benda kuning yang melayang di dalam air. Kata bunda, itu namanya parak.

Kata bunda lagi, walaupun berwarna kuning, para warga menggunakan air itu untuk kepentingan sehari-hari, misalnya memasak, mencuci, dan mandi.

“Bun, tinggal di sini tidak enak, ya. Lebih enak tinggal di kota,” ujar Tika.

Bunda tersenyum mendengar keluhan putrinya.

“Siapa bilang tidak enak? Nanti Tika akan dapat kejutan di tempat ini.”

Hari Minggu ini ayah tampak sibuk di halaman belakang bersama seorang lelaki muda. Ayah lalu memperkenalkan Tika pada lelaki muda itu, yang ternyata bernama Bang Mursali, tetangga di sebelah rumah.

Kata Bang Mursali, air di desa ini memang berwarna agak kuning. Tapi, para warga punya cara agar air kuning itu menjadi bening.

“Desa ini kan dekat dengan area persawahan, jadi warna airnya kurang baik,” jelas Bang Mursali yang ternyata bekerja sebagai tenaga penyuluh.

“Kita akan membuat alat penyaring sederhana untuk membuat air bening,” ucap ayah.

Tika jadi penasaran. Ia melihat ada potongan batu bata, ijuk, arang, pasir, dan kerikil. Ada juga drum plastik, keran air, lem pipa, pisau, dan beberapa timba air.

Tika memperhatikan kerja Bang Mursali. Mula-mula, ia membuat lubang dengan jarak 10 sentimeter dari dasar drum. Ukuran diameter lubang disesuaikan dengan diameter keran. Setelah lubang selesai, keran dipasang dengan menggunakan lem pipa.

“Tika mau menyusun benda-benda ini ke dalam drum?” tunjuk ayah pada batu bata, ijuk, arang, pasir, dan kerikil.

Tika mengangguk cepat. Ia sudah tak sabar ingin ikut membantu.

Ayah membimbing Tika mengisi drum. Kerikil diletakkan di bagian dasar, lalu berturut-turut ijuk, pasir, arang, ijuk lagi, dan terakhir potongan batu bata.

“Selesai!” Bang Mursali mengacungkan jempolnya pada Tika.

Ayah mengambil air kuning beberapa timba. Lalu, air itu dimasukkan ke dalam drum. Beberapa menit kemudian air keluar melalui keran. Walaupun belum terlalu bening, warna kuning air itu sudah mulai memudar.

“Horeee!” Tika berteriak gembira.

“Nanti lama kelamaan airnya akan lebih bening lagi, Pak,” jelas Bang Mursali.

Bunda datang membawa goreng pisang dan teh hangat. “Sudah dapat kejutannya, kan, Nak?” tanya bunda.

Tika mengangguk. Ternyata, ini kejutan yang bunda maksud. Kalau di sekolah hanya belajar teori, hari ini Tika belajar IPA secara langsung.

“Selamat datang, air bersih!”