AUDIO

Brey dan Kali yang Hitam

Penulis: Nurhayati Pujiastuti


Sudah beberapa bulan ini Brey dan adiknya Laila bersama orangtua pindah ke Bekasi, Jawa Barat. Udara Bekasi lebih panas dari di Bogor.

Di tempat baru ini Brey memiliki teman sekolah bernama Hanif. Rumahnya di pinggir kali Ciliwung.

Saat di sekolah menjelang pulang, Brey diajak Hanif dan teman-temannya yang lain untuk berenang. Namun, mereka bukan berenang di kolam renang, melainkan di kali!

“Kamu mau ikut?” tanya Hanif.

Brey menggeleng. “Aku menonton di pinggir saja, ya.”

Sekarang mereka sudah ada di pinggir kali. Hanif dan tiga temannya segera masuk ke dalam kali untuk berenang.

Air kali itu hijau kecokelatan. Brey berdiri di jembatan. Tiga temannya berenang sambil mencipratkan air ke Brey.

“Aku sakit perut,” tiba-tiba Hanif ke luar dari kali. Lalu berlari menuju satu tempat berbentuk kotak, tak jauh dari sana.

“Hanif tadi terlalu banyak makan sambal,” ujar seorang temannya.

Tak lama, Hanif sudah ke luar dari tempat kotak bambu itu sambil mengelus-elus perutnya. Tak jauh dari Hanif berdiri, Brey melihat seorang Ibu sedang mencuci beras.

“Itu tempat apa?” tanya Brey penasaran.

“Itu WC,” ujar Hanif yang langsung mencebur ke kali lagi untuk berenang.

Saat Brey sudah sampai rumah, Brey melihat Laila sedang menangis. Ibu sedang mengoles perut adiknya itu dengan minyak kayu putih. “Laila sakit perut,” ujar Ibu.

Brey pun kaget. Ia ingat Laila tadi pagi berbekal jajanan singkong goreng dagangan Mak Ijah yang tinggalnya juga di pinggir kali seperti Hanif.

Ya ampun…, jangan-jangan…?? Brey ketakutan membayangkan apa yang dilihatnya tadi. Hanif yang buang air besar di kali, lalu di dekatnya ada seorang Ibu sedang mencuci beras di air kali yang sama.

Ketika Ayah pulang Brey bercerita. Ayah mengangguk. “Mereka sudah terbiasa mencuci, mandi, buang air besar dan membuang sampah di kali,” ujar Ayah. Harus pelan-pelan mengubah kebiasaan itu.”

Ayah lalu mengajak Brey membeli beberapa buah tong ukuran sedang. Ayah juga sudah mempersiapkan cat untuk melukis.

“Kita buat tempat sampah yang manis. Semoga mereka mau membuang sampah di tempat sampah.”

“Ayah hebat,” ujar Brey. “Tapi soal WC?”

“Pelan-pelan…,” kali ini Ayah mengelus kepala Brey. “Nanti Ayah pikirkan.”

Sampai sekarang kali itu masih kotor. Namun, kini ada tong sampah lukis buatan Ayah di dekat kali.

”Ibuku mau buat sumur buat kita mandi,” ujar Hanif pada Brey. “Mandi di kali bikin badanku gatal terus.”

Brey tersenyum. Ia yakin, besok-besok kali itu akan bersih. Kalau sudah bersih, mungkin Brey bisa ikut berenang di sana bersama teman-temannya.*