Sore ini, di sebuah rumah sederhana di pinggir kota Medan, Adia sedang bingung. Tadi di sekolah, Ibu Dina wali kelasnya mengumumkan tentang biaya buku dan karya wisata semester depan. Adia tahu, ibu dan ayahnya sedang kesulitan keuangan akhir-akhir ini.
Ayah dan ibu sedang menonton TV. “Ibu, tadi kata Ibu Dina, bulan depan kita sudah harus membayar uang buku dan karya wisata untuk tahun ajaran baru.”
“Lho, tapi kan tahun ajaran baru masih dua bulan lagi? Kenapa bulan depan sudah harus dibayar ya?” tanya ibu. Padahal, setiap tahun memang begitu cara pembayaran buku di sekolah Adia. Mungkin ibu lupa, gumam Adia.
Di sekolah, Adia berpikir, bagaimana caranya agar ia bisa mendapatkan uang untuk bisa membayar uang buku dan karya wisata tanpa merepotkan orangtua. Lalu, ia mendapat ide untuk membuat kue-kue untuk dijual.
“Bau apa ini? Sedang apa di dapur, Nak?” tanya ibu heran melihat baju Adia yang berlumuran tepung terigu dan gula.
“Oh, Adia cuma belajar membuat kue, Bu,” ujar Adia. Ia tidak mau bercerita kalau ia berusaha membuat kue balok cokelat untuk dijual. Ternyata, hasil kue buatannya mengecewakan. Boro-boro dijual, dimakan sendiri saja tidak enak!
Sore ini, Adia sedang belajar bersama di rumah Warih, temannya. Suara ibu-ibu, teman ibunda Warih sangat ramai. Ternyata, ibu-ibu itu sedang belajar membuat tas dari kain batik dan sulam.
Ibunda Warih lalu mengajak Adia dan Warih ikut belajar membuat tas. “Siapa tahu kalian bisa membuat tas sekolah sendiri!”
Adia dan Warih belajar membuat tas bersama para ibu. Setelah belajar, mereka juga langsung praktik membuat tas. Dan, hasilnya...
“Wah, bagus sekali! Kombinasi batik hijau dan kuning ini ternyata cocok dengan renda biru itu!” Salah seorang ibu memuji karya Adia. Adia pun mendapatkan ide cemerlang.
Besoknya, dengan uang tabungan, Adia membeli kain batik dan perlengkapan membuat tas. Di rumah Warih, Adia dengan dibantu Warih lalu membuat beberapa tas untuk perempuan dewasa, seperti pelajaran kemarin.
Ibunda Warih ternyata suka dengan tas-tas hasil buatan Adia! “Wah, kamu memang berbakat membuat tas, Adia!” Ibunda Warih berjanji akan menawarkan tas buatan Adia kepada teman-temannya. Jadi, Adia tak perlu repot-repot menjual sendiri.
Seminggu berselang, Adia mendapatkan uang cukup banyak dari ibunda Warih, hasil dari penjualan tas-tas yang dibuatnya kemarin. Uang itu cukup untuk membayar biaya buku dan karya wisata sekolah. Adia sangat senang. Ia bisa membantu ibu dan ayah yang sedang kesulitan keuangan. Ternyata, banyak jalan menuju Roma asalkan kita tetap berusaha.
Jangan putus asa ketika gagal dalam sesuatu hal. Terus belajar dan mencoba lagi untuk mendapatkan hasil terbaik.