Beberapa hari lagi hari raya Lebaran. Pagi ini, Vina, mama, dan papa sedang berkumpul bersama di ruang keluarga. Mereka tinggal di Kabupaten Asahan, Sumatera Utara.
“Kak Fika mana, Ma?” tanya papa.
“Sepertinya sedang sibuk mengerjakan sesuatu di kamar, Pa,” jawab mama.
Vina mendatangi kamar kakaknya. Tapi, Kak Fika tidak berada di sana.
“Ini apa, ya? Cantik sekali.” Vina melihat sesuatu di meja belajar Kak Fika.
Beberapa kartu Lebaran dari bahan kertas gambar dan cat lukis terlihat di meja. Kak Vina tampaknya baru saja menyelesaikan kartu-kartu Lebaran itu. Kak Fika memang pandai melukis.
Tiba-tiba. “Aduh!” Tanpa sengaja Vina menyenggol cat lukis di meja belajar.
Cat lukis Kak Fika tumpah! Untung saja, tumpahnya tak mengenai kartu-kartu yang sudah jadi, tetapi ke lantai. Lantai kamar Kak Fika menjadi kotor dengan noda cat lukis itu.
Kak Fika pasti marah, gumam Vina. Vina lalu meninggalkan kamar kakaknya diam-diam. Dalam hati, ia berharap Kak Vika tidak mengetahui perbuatannya. Ia berharap Kak Fika akan menduga si Pleki, kucing kesayangan Kak Vika yang melakukannya.
Semenjak peristiwa itu, Vina selalu menghindar dekat-dekat dengan Kak Fika. Namun, Kak Fika tampak biasa-biasa saja.
Beberapa hari kemudian, Hari Lebaran pun tiba. Papa, mama, Vina, dan Kak Fika melaksanakan shalat Idul Fitri di lapangan dekat rumah.
Selesai shalat, dilakukan ceramah Idul Fitri. Dalam ceramahnya, khatib mengimbau agar semua jemaah saling bermaaf-maafan sehingga ibadahnya menjadi sempurna.
Selama mendengarkan ceramah, Vina merasa tak enak hati. Ia punya kesalahan kepada Kak Fika, tetapi tak mau mengakuinya dan juga tak mau meminta maaf.
Sesampainya di rumah, papa, mama, Kak Fika, dan Vina saling bermaaf-maafan.
“Kak Fika, maafin Vina, ya. Beberapa hari lalu, Vina tidak sengaja menumpahkan cat lukis Kakak ke lantai,” kata Vina sambil menunduk. Ia akhirnya punya keberanian untuk mengaku.
Kak Fika mengangguk sambil tersenyum. “Sudah Kakak maafkan. Asalkan, jangan diulangi lagi ya, untuk tidak mengakui perbuatan Vina.”
Vina kaget. “Kok, Kakak tahu itu perbuatan Vina? Kan, Kakak tidak melihatnya.”
“Kakak dari jauh melihat Vina sewaktu keluar kamar Kakak diam-diam,” jelas Kak Fika.
“Terus, kenapa Kakak diam saja?”
“Kakak menunggu Vina mengakuinya,” jawab Kak Fika.
Papa pun menimpali. “Nah, begitu, dong, Vina. Kalau melakukan kesalahan, kamu harus berani mengakuinya dan meminta maaf,” ujar Papa. Mama pun tersenyum.
Vina merasa lega sudah berani mengakui kesalahannya. Ia tidak dikejar-kejar perasaan bersalah sekarang. Sungguh hari Lebaran yang mengesankan untuk Vina.
Berani mengakui kesalahan, meminta maaf, serta mau memaafkan kesalahan orang lain merupakan perbuatan terpuji.