AUDIO

Sekarung Kapas

Penulis: Fanny Vanca Miranti


Moni merengut kesal. Mama lagi-lagi menyuruhnya mencari kapas di hutan. Padahal, ia ingin sekali bermain bersama teman-temannya sepulang sekolah di tepi Danau Kelimutu. Rumah mereka memang tak jauh dari Danau Kelimutu, Kabupaten Ende, Nusa Tenggara Timur.

“Tolong Mama sekali lagi, ya, Moni,” bujuk mama melihat wajah masam putri semata wayangnya. “Mama tak sempat mencari kapas. Semua pesanan kain ini harus segera selesai,” pinta mama sambil menunjuk setumpuk kain tenun yang telah jadi.

Hati Moni luluh juga melihat raut letih di wajah mama. Ia mengangguk. “Ya, Ma. Moni carikan kapasnya. Sekarung cukup, kan?”

“Terima kasih, Nak. Sekarung kecil cukup, kok.”

Untunglah hari ini udara terasa sejuk. Moni tak terlalu merasa capai ketika mengumpulkan kapas. Diangkutnya karung berisi kapas tersebut di punggungnya. Lumayan… Ternyata tak terlalu berat juga, gumamnya dalam hati.

Sesampai di rumah, ternyata mama sudah siap dengan mesin pemintal. Moni membantu memisahkan kapas dari bijinya. Mama lalu memintalnya menjadi benang, menggulung, dan mencelupnya dengan pewarna alami yang terbuat dari abu dapur dari kelapa, akar kunyit, dan akar mengkudu agar tak merusak lingkungan. Kata mama, butuh waktu berbulan-bulan untuk memproses dan menyelesaikan satu kain tenun bermotif penuh.

Melihat mama mengerjakan semuanya dengan tekun, Moni jadi tertarik untuk bisa membuat kain tenun bermotif. Ia lalu meminta mamanya untuk mengajarkan cara menenun kain bermotif.

Mamanya pun dengan sabar mengajari Moni menghitung lajur benang untuk mengikat motif. Setiap kali Moni melakukan kesalahan, mama membantu memperbaikinya tanpa mengomel ataupun memarahinya.

Moni berusaha lebih bersungguh-sungguh dan berhati-hati. Setahap demi setahap ia semakin terbiasa dengan alat tenun dan berhasil menghitung lajur benang tanpa salah sedikit pun.

“Wah, tenunan Moni halus dan rapi. Sepertinya Moni bisa jadi penerus Mama, nih,” kata mama memuji sambil memeluk Moni.

Moni senang sekali. Ia kini tambah tertarik untuk mempelajari motif-motif tenun lainnya. Apalagi, setelah ia mendengar mamanya bercerita. Motif-motif kuno kini banyak yang sudah hampir punah. Untunglah, mama masih memiliki dan menyimpan tenunan warisan nenek.

“Kalau bukan dimulai dari diri sendiri, siapa lagi yang mau meneruskan tradisi?” ujar mamanya kemudian. Moni pun mengangguk.

Mulai besok aku akan siapkan sekarung kapas untuk mama, enggak pakai mengomel lagi! Aku juga ingin melestarikan motif-motif tenun kekayaan budaya bangsaku, begitulah tekad Moni dalam hatinya.

Mari kita bersama-sama turut berpartisipasi melestarikan kekayaan budaya bangsa kita. Kalau bukan kita yang melestarikan, siapa lagi?