AUDIO

Pisang Goreng untuk Mbah Darti

Penulis: Herdita Dwi Rahmadhiany


Nila baru selesai mandi pagi ketika ia mencium bau harum dari dapur. Ia segera menaruh baju kotor di keranjang cucian dan menjemur handuknya yang basah.

“Asyik! Ibu pasti sedang menggoreng pisang.” Nila langsung menuju ke dapur. Di sana ibu sedang membolak-balik pisang agar tidak gosong. Nila senang saat melihat sudah ada sepiring pisang goreng di atas meja.

Ketika tangannya hendak mencomot satu buah pisang, ibu buru-buru berkata, “Lho, tunggu dulu, Nila! Pisang goreng yang itu untuk Mbah Darti. Tolong diantarkan, ya! Yang buat kamu masih Ibu gorengkan.”

Mbah Darti adalah tetangga di sebelah rumah Nila yang ada di Desa Nogotirto, Sleman, Yogyakarta. Mbah Darti usianya sudah cukup sepuh, tetapi masih sangat sehat. Beliau hanya tinggal sendirian di rumah karena suaminya sudah lama meninggal. Semua anaknya pun sudah mandiri tinggal di tempat lain.

“Kenapa Ibu sering sekali mengirim makanan ke rumah Mbah Darti? Padahal, Mbah Darti tidak pernah memberi apa-apa pada kita,” protes Nila.

“Berbagi itu perbuatan yang baik, Nila. Lagipula, makanan kita kan banyak. Apa salahnya kalau Mbah Darti diberi sedikit?” jawab ibu dengan sabar. “Satu hal lagi, saat memberi kita tidak boleh mengharapkan balasan apa-apa,” lanjut ibunya.

Akhirnya, Nila menuruti perintah ibunya untuk mengantarkan sepiring pisang goreng ke Mbah Darti.

Karena hari itu hari Minggu, ayah mengajak Nila dan ibu pergi jalan-jalan ke Kebun Buah Mangunan di daerah Bantul, Yogyakarta. Di sana Nila melihat berbagai macam pohon buah seperti mangga, durian, rambutan, sawo, duku, dan manggis. Bahkan, ada juga pohon matoa yang belum pernah dilihatnya. Pemandangan indah membuat Nila tidak pernah bosan. Tak terasa hari mulai sore dan langit terlihat menghitam. Tampaknya, hujan sebentar lagi akan turun.

“Ayah, ayo kita pulang sekarang! Sudah mau hujan. Ibu punya jemuran di rumah,” ajak ibu.

Namun sayang, hujan sudah lebat ketika keluarga Nila sampai di rumah. Nila berlari ke arah halaman belakang untuk melihat jemuran.

“Ibu, jemurannya sudah tidak ada!” teriak Nila. Ia bingung. Tali-tali jemurannya sudah kosong. Jangan-jangan tadi ada maling jemuran!

Tiba-tiba Mbah Darti datang ke rumah Nila dengan membawa setumpuk pakaian. “Tadi Mbah yang angkat sebelum hujan supaya tidak basah,” ujar Mbah Darti.

Ibu dan Nila berterima kasih kepada Mbah Darti.

Setelah Mbah Darti pulang, Nila berkata pada ibu, “Nanti Nila bawa beberapa buah yang tadi kita petik di Kebun Buah Mangunan ke rumah Mbah Darti, ya, Bu?”

“Tentu saja, Sayang.” Ibu tersenyum melihat Nila yang mulai mengerti arti peduli kepada sesama.