AUDIO

Wayang Thengul

Penulis: Hidayah Nuril Phasa


Hari Minggu pagi, Faisal beserta ayah pergi ke rumah kakek di Desa Kalangan, Kabupaten Bojonegoro, Jawa Timur. Faisal memang sudah lama belum berkunjung lagi ke rumah kakek. Ia rindu pada kakeknya.

Setibanya di rumah kakek, Faisal heran. Ada banyak boneka kayu berbentuk manusia berjajar memenuhi halaman rumah. Ada beberapa orang dewasa di sana sedang mengecat boneka-boneka tersebut. Boneka-boneka itu berukuran kurang dari setengah manusia asli.

“Ayah, itu apa?” tanya Faisal.

Ayah tersenyum. “Nanti biar Kakek yang menjawab,” jawab Ayah.

Tak lama kakek keluar menyambut kedatangan Faisal dan ayah. Faisal langsung mencium tangan kakeknya. Ia kemudian bertanya tentang boneka-boneka kayu itu.

“Itu apa sih, Kek?” tanya Faisal.

Kakek lalu mengajak Faisal untuk bergabung dengan beberapa orang dewasa yang sedang mengecat wajah boneka-boneka kayu itu. Rupanya Kakek sedang memproduksi boneka-boneka itu untuk sebuah acara kesenian.

“Ini namanya wayang thengul,” jawab kakek. “Ini adalah kesenian khas dari Bojonegoro. Wayang yang berbentuk menyerupai karakter manusia. Biasanya, dimainkan saat ada acara-acara tertentu ataupun pergelaran,” jelas kakek.

Faisal mengangguk-ngangguk. “Kok, wajahnya aneh sih, Kek, berwarna-warni?”

“Karena biar mudah membedakan karakter yang jahat, baik, ataupun yang usil. Seperti halnya warna merah untuk yang jahat.”

Mulut Faisal membulat bundar.

Pada sore harinya, ternyata kakek mengajak Faisal ke salah satu tempat pertunjukan wayang thengul di Bojonegoro. Sesampainya di sana, Faisal merasa heran melihat para penonton wayang thengul adalah orang-orang dewasa semuanya.

“Kek? Kok tidak ada anak-anak yang menonton?” ujar Faisal.

“Ya, begitulah, Faisal. Mungkin anak-anak sekarang sudah jarang yang mau menonton wayang thengul. Padahal, wayang thengul juga salah satu kesenian yang harus dijaga dan dilestarikan oleh kita semua,” jelas kakek.

Pertunjukkan wayang thengul dimulai. Faisal pun merasa kagum dengan karakter-karakter wayang thengul yang bergerak-gerak lincah dimainkan sang dalang. Apalagi dalang pandai menggambarkan adegan dan dialog lucu yang membuat penonton tertawa. Pertunjukan yang sangat bagus.

Faisal berbisik, “Kek, Faisal mau belajar wayang thengul. Sayang kalau wayang thengul tidak ada yang memainkannya lagi saat Faisal besar nanti,” ungkap Faisal.

Kakeknya merasa senang mendengarnya. “Ajak teman-teman Faisal untuk ikut belajar wayang thengul ini, ya!”

Faisal mengangguk. Ia ingat pesan gurunya di sekolah. Kata beliau, sebagai anak Indonesia, kita harus menjaga dan melestarikan kesenian tradisional Indonesia agar terbebas dari ancaman kepunahan.*